231. Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir
iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau
ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula).
Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan
demikian kamu menganiaya mereka [145]. Barangsiapa berbuat demikian,
maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah
kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah ni'mat Allah
padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan
Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang
diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah
bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
[145] Umpamanya: memaksa mereka minta cerai dengan cara khulu' atau membiarkan mereka hidup terkatung-katung.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Jarir mengetengahkan dari jalur Aufi dari Ibnu Abbas, katanya, "Ada
seorang laki-laki yang menceraikan istrinya lalu rujuk kepadanya
sebelum habis idahnya, kemudian diceraikannya kembali. Hal itu
dilakukannya untuk menyusahkannya dan menghalanginya jatuh ke tangan
laki-laki lain. Maka Allah pun menurunkan ayat ini." Diketengahkan pula
dari As-Sadiy, katanya, "Ayat ini turun mengenai seorang laki-laki Ansar
bernama Tsabit bin Yasar yang menceraikan istrinya, lalu jika masa
idahnya tinggal dua atau tiga hari lagi, maka ia rujuk kembali kepadanya
dengan tujuan untuk menyusahkannya. Maka Allah swt. pun menurunkan,
'Dan janganlah kamu rujuk kepada mereka dengan maksud untuk menyusahkan
mereka, karena dengan demikian berarti kamu melakukan penganiayaan!'"
(Q.S. Al-Baqarah 231) Ibnu Abu Umar mengetengahkan dalam Musnadnya dan
oleh Ibnu Murdawaih dan Abu Darda, katanya, "Ada seorang laki-laki yang
menjatuhkan talak, lalu katanya, 'Saya hanya bermain-main', lalu ia
membebaskan budak dan katanya, 'Saya hanya bergurau', maka Allah pun
menurunkan, 'Dan janganlah kamu jadikan ayat-ayat Allah sebagai barang
permainan!'" (Q.S. Al-Baqarah 231) Riwayat yang serupa dengan itu
dikeluarkan pula oleh Ibnu Mundzir dari Ubadah bin Shamit, begitu pula
oleh Ibnu Murdawaih dari Ibnu Abbas, dan oleh Ibnu Jarir dari mursal
hasan.
232. Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya,
maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan
bakal suaminya [146], apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka
dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang
yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih
baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui.
[146] Kawin lagi dengan bekas suami atau dengan laki-laki yang lain.
SEBAB TURUNNYA AYAT: Diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Daud, Tirmizi dan lain-lain dari Ma`qil bin
Yasar, bahwa ia mengawinkan saudaranya yang perempuan dengan seorang
laki-laki Islam. Demikianlah mereka hidup berumah tangga, tetapi
kemudian pihak suami menceraikan istrinya dan tidak rujuk kepadanya
sampai idahnya habis. Kemudian si suami merasa rindu kepada bekas
istrinya, demikian pula si istri kepada bekas suaminya, lalu si suami
meminangnya kembali bersama rombongannya. Tetapi jawaban Ma`qil, "Hai
bajingan tengik, saya telah memuliakanmu dan mengawinkan saudara saya
denganmu tetapi kamu menceraikannya, demi Allah, ia tidak boleh kembali
lagi kepadamu buat selama-lamanya." Dalam pada itu Allah mengetahui
kebutuhan sang suami kepada bekas istri dan kebutuhan sang istri kepada
bekas suaminya, maka diturunkanlah, "Apabila kamu menceraikan
istri-istrimu, lalu habis idah mereka...," sampai dengan, "...kamu tidak
mengetahui..." (Q.S. Al-Baqarah 232). Tatkala Ma`qil mendengarnya, ia
mengatakan, "Aku dengar perintah Tuhanku dan aku taati." Lalu
dipanggilnya bekas iparnya tadi seraya katanya, "Saya kawinkan dia
denganmu dan saya muliakan kamu." Ibnu Murdawaih mengetengahkannya pula
dari jalur yang berbeda-beda. Diketengahkan pula dari As-Sadiy, katanya,
"Ayat itu diturunkan mengenai Jabir bin Abdullah Al-Anshari. Ia
mempunyai seorang saudara sepupu yang diceraikan oleh suaminya satu kali
talak. Kemudian ketika masa idahnya telah habis, bekas suaminya itu
kembali dengan maksud hendak rujuk kepadanya tetapi Jabir tidak
bersedia, katanya, 'Kamu ceraikan saudara sepupu kami, lalu hendak kawin
buat kedua kalinya!' Dalam pada itu si istri juga ingin kembali dan
rela atas perlakuan suaminya, maka turunlah ayat ini." Riwayat pertama lebih sahih dan juga lebih kuat.
233. Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,
yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah
memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang
tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang
ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena
anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin
menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin
anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila
kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada
Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
234. Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan
isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya
(ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis
'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat
terhadap diri mereka [147] menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang
kamu perbuat.
[147] Berhias, atau bepergian, atau menerima pinangan.
walaa junaaha 'alaykum fiimaa 'arradhtum bihi min khithbati alnnisaa-i aw aknantum fii anfusikum 'alima allaahu annakum satadzkuruunahunna walaakin laa tuwaa'iduuhunna sirran illaa an taquuluu qawlan ma'ruufan walaa ta'zimuu 'uqdata alnnikaahi hattaa yablugha alkitaabu ajalahu wai'lamuu anna allaaha ya'lamu maa fii anfusikum faihtsaruuhu wai'lamuu anna allaaha ghafuurun haliimun
235. Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu [148]
dengan sindiran [149] atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini
mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut
mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan
mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka)
perkataan yang ma'ruf [150]. Dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati)
untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya
Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya,
dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
[148] Yang suaminya telah meninggal dan masih dalam 'iddah.
[149] Wanita yang boleh dipinang secara sindiran ialah wanita yang dalam
'iddah karena meninggal suaminya, atau karena talak bain, sedang wanita
yang dalam 'iddah talak raji'i tidak boleh dipinang walaupun dengan
sindiran.
laa junaaha 'alaykum in thallaqtumu alnnisaa-a maa lam tamassuuhunna aw tafridhuu lahunna fariidhatan wamatti'uuhunna 'alaaalmuusi'i qadaruhu wa'alaaalmuqtiri qadaruhu mataa'an bialma'ruufi haqqan 'alaaalmuhsiniina
236. Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu
menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan
sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu
mut'ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya
dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian
menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi
orang-orang yang berbuat kebajikan.
wa-in thallaqtumuuhunna min qabli an tamassuuhunna waqad faradhtum lahunna fariidhatan fanishfu maa faradhtum illaa an ya'fuuna aw ya'fuwa alladzii biyadihi 'uqdatu alnnikaahi wa-an ta'fuu aqrabu lilttaqwaa walaa tansawuu alfadhla baynakum inna allaaha bimaa ta'maluuna bashiirun
237. Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur
dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka
bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika
isteri-isterimu itu mema'afkan atau dima'afkan oleh orang yang memegang
ikatan nikah [151], dan pema'afan kamu itu lebih dekat kepada takwa.
Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan.
[151] Ialah suami atau wali. Kalau wali mema'afkan, maka suami
dibebaskan dari membayar mahar yang seperdua, sedang kalau suami yang
mema'afkan, maka dia membayar seluruh mahar.
238. Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa
[152]. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.
[152] "Shalat wusthaa" ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang
paling utama. Ada yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan "shalat
wusthaa" ialah shalat Ashar. Menurut kebanyakan ahli hadits, ayat ini
menekankan agar semua shalat itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya.
SEBAB TURUNNYA AYAT:
Ahmad dan Bukhari mengetengahkan dalam kitab Tarikh, juga oleh Abu
Daud, Baihaqi dan Ibnu Jarir dari Zaid bin Tsabit bahwa Nabi saw.
melakukan salat zuhur di tengah hari yang panas sekali. Salat itu
merupakan yang terberat bagi para sahabatnya, hingga turunlah ayat,
"Peliharalah semua salat dan salat yang pertengahan!" (Q.S. Al-Baqarah
238) Ahmad, Nasai dan Ibnu Jarir mengetengahkan dari Zaid bin Tsabit
bahwa Nabi saw. sedang melakukan salat zuhur di tengah hari yang sangat
terik. Tetapi jemaahnya di belakang hanya satu atau dua saf saja,
sementara orang-orang berada di naungan dan perniagaan mereka, maka
Allah pun menurunkan, "Dan peliharalah semua salat dan salat yang
pertengahan!" (Q.S. Al-Baqarah 238) Imam yang berenam dan lain-lain
mengetengahkan dari Zaid bin Arqam, katanya, "Di masa Rasulullah saw.
kami berbicara di waktu salat, sedang seorang laki-laki berkata-kata
dengan teman yang berada di sampingnya hingga turun ayat, 'Dan
berdirilah karena Allah dengan khusyuk...' (Q.S. Al-Baqarah 238) Dengan
demikian kami disuruh supaya diam dan dilarang berbicara." Ibnu Jarir
dan Mujahid mengetengahkan, katanya, "Mereka biasa bicara di waktu
salat, bahkan seorang laki-laki berani menyuruh temannya untuk sesuatu
keperluan. Maka Allah pun menurunkan, 'Dan berdirilah karena Allah
dengan khusyuk.'" (Q.S. Al-Baqarah 238)
fa-in khiftum farijaalan aw rukbaanan fa-idzaa amintum faudzkuruu allaaha kamaa 'allamakum maa lam takuunuu ta'lamuuna
239. Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil
berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka
sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada
kamu apa yang belum kamu ketahui.
240. Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan
meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu)
diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari
rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa
bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat
yang ma'ruf terhadap diri mereka. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.
SEBAB TURUNNYA AYAT:
Ishak bin Rahawaih mengetengahkan dalam tafsirnya dari Muqatil bin
Hibban bahwa seorang laki-laki warga Thaif datang ke Madinah, ia
mempunyai banyak anak laki-laki dan perempuan dan ia juga mempunyai
ibu-bapak dan seorang istri, ia mati di Madinah dan hal itu disampaikan
kepada Nabi saw. Maka diberinya kedua orang tua dan anak-anaknya secara
baik-baik, tetapi istrinya tidak diberinya sesuatu apa pun, tetapi
mereka disuruh memberinya nafkah dari peninggalan suaminya selama satu
tahun. Dan mengenai peristiwa inilah diturunkan, "Dan orang-orang yang
akan wafat di antara kamu dan meninggalkan..." (Q.S. Al-Baqarah 240)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar